Rabu, 05 Maret 2014

Problematika Mahasiswa

          Deskriminasi tidak hanya berlangsung dalam lingkungan bermasyarakat saja. Namun, dalam perkuliahan juga berlaku hal senada. Deskiriminasi itu tidak enak bahkan menyebalkan.

          Rabu yang cerah di pertengahan Maret menjadi saksi bisu akan peristiwa yang menyesakkan hati. Siang itu, saya dan beberapa teman saya yang masih semester 4 mengambil mata kuliah semster 6. Hal ini kami lakukan karena IP kami mencukupi untuk mengambil mata kuliah semester atas.
          Berada di kelas yang sebenarnya bukan kelas kita memang sesuatu hal yang asing bahkan ganjil. Tapi, apa mau dikata? Ini resiko mengambil mata kuliah semester atas. Dan pengalaman yang amat sangat tidak mengenakkan.
          Siang tadi, saat acara diskusi antara kelompok dimulai dan tibalah saat pembagian paper pada tiap-tiap kelompok. Sayangnya, paper tidak difotokopi sesuai jumlah kelompok, hanya disediakan satu paper per kelompok yang anggotanya mencapai 6 orang. Anggota tersebut terdiri dari dua orang semester 4 dan sisanya semester 6. Menyedihkannya, paper tersebut hanya berada dibawah tangan sang kakak tingkat. Jikalau hendak membaca, kami harus bersuara dulu. Kakak tingkat tersebut tidak secara ramah menawarkan berbagi paper. Menyesakkan bukan? Sebenarnya kami hanya ingin perlakuan ramah dari kakak-kakak tingkat tersebut. Sekedar menawarkan atau menyuruh kami yang hanya berdua untuk duduk lebih dekat dengan mereka. Bukan, kami bukannya tidak berinisitaif untuk melakukan semua jenis perbuatan yang telah kami sebutkan tadi, tapi kami terlalu sering seperti itu sampai kami malu melakukannya keseringan. Entahlah, mungkin memang komunikasi diantara kami tidak berjalan baik. Tapi, aura pendeskriminasian itu selalu terasa.
          Lazimnya orang yang membagikan paper pada tiap-tiap kelompok akan memberikan paper tersebut kepada orang yang terdekat posisinya dengan orang tersebut. Tapi tidak di kelas ini. Di sini, kami, para mahasiswa semester empat seakan-akan tidak diperbolehkan memegang paper tersebut. Mungkin mereka berpikir kami tidak akan membaginya dengan anggota kelompok yang lain. Padahal itu salah besar. Kami akan suka rela berbagi dengan semua anggota kelompok. Dan dengan diberikannya paper tersebut kepada kami, kami merasa bahwa kami dianggap ada. Bagaimana tidak? Posisi duduk saya saat itu lebih dekat dengan sang pembagi paper, tapi apa yang kemudian terjadi? Sang pembagi paper tersebut memilih untuk memberikan fotokopian papernya pada teman sesama angkatannya. Yah, dianggap tidak ada padahal ada itu sungguh menyesakkan.
          tulisan ini saya buat untuk menjadi cermin bagi saya sendiri dan orang-orang lain. Pengabaian itu sungguh menyakitkan hati. Dan yah, semuanya harus berawal dari kita untuk memulai perubahan J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar